BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Thallophyta adalah tumbuhan yang belum memiliki daun, akar dan batang yang jelas dan Thallophyta merupakan tumbuhan yang bertalus termasuk diantaranya adalah golongan jamur / fungi, bakteri dan ganggang / alga. Yang termasuk golongan Thallophyta adalah ganggang (alga), jamur (fungi), dan lumut kerak (lichenes). Alga merupakan kelompok organisme yang bervariasi baik bentuk, ukuran, maupun komposisi senyawa kimianya. Alga ini tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Tubuh seperti ini dinamakan talus. Alga bereproduksi dengan aseksual dan seksual. Alga ada yang hidup secara soliter dan berkoloni (Aslan, 1991.).
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja jenis-jenis alga yang terdapat di pantai Kondang Merak?
2. Bagaimana cara mengetahui klasifikasi dari jenis-jenis alga yang terdapat di pantai Kondang Merak?
3. Bagaimana cara mengetahui ciri-ciri dari jenis alga yang terdapat di pantai Kondang Merak?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui jenis-jenis alga yang terdapat di pantai Kondang Merak.
2. Mengetahui klasifikasi dari jenis-jenis alga yang terdapat di pantai Kondang Merak.
3. Mengetahui ciri-ciri dari jenis alga yang terdapat di pantai Kondang Merak..
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang dunia laut.
2. Memanfaatkan pembudidayaan botani di laut.
3. Informasi bagi para produsen tentang dunia laut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 PHAEOPHYTA
2.1.1 Habitat
Pheophyta hanya mempunyai satu kelas yaitu Phaeophyceae. Phaeophyceae pada umumnya hidup di laut, hanya beberapa jenis saja yang hidup di air tawar. Sebagian besar Phaeophyceae merupakan unsure utama yang menyusun vegetasi alga di lautan Artik dan Antartika, tetapi beberapa marga seperti Dictyota, Sargassum, dan turbinaria merupakan alga yang khas untuk lautan daerah tropis. Kebanyakan Phaeophyceae hidup sebagai litofit, tetapi beberapa jenis dapat sebagai epifit atau endofit pada tumbuhan lain atau alga makroskopik yang lain (Bold, 1978).
2.1.2 Susunan Tubuh
pada umumnya Phaeophyceae memiliki tingkat lebih tinggi secara morfologi dan anatomi diferensiasinya dibandingkan keseluruhan alga. Tidak ada bentuk yang berupa sel tunggal atau koloni (filamen yang tidak bercabang). Susunan tubuh yang paling sederhana adalah filamen heterotrikus. Struktur talus yang paling komplek dapat dijumpai pada alga perang yang tergolong kelompok (Nereocystis, Macricystis, Sargassum). Pada alga ini terdapat diferensiasi eksternal yang dapat dibandingkan dengan tumbuhan berpembuluh. Talus dari alga ini mempunyai alat pelekat menyerupai akar, dan dari alat pelekat ini tumbuh bagian yang tegak dengan bentuk sederhana atau bercabang seperti batang pohon dengan cabang yang menyerupai daun dengan gelembung udara (Bold, 1978).
2.1.3 Susunan Sel
Dinding sel dari semua Phaeophyceae mempunyai dinding dengan lapisan bagian dalam dan lapisan bagian luar yang mengandung asam alginate dan asam fusinat. Bentuk kloroplas pada kelompok yang rendah adalah bentuk bintang dan lembaran axiler, tetapi pada kelompok yang tinggi berbentuk lembaran parietal dan cakram. Cadangan makanan adalah laminarin dan manitol (Bold, 1978).
Alat gerak pada Phaeophyceae pada umumnya berupa flagella yang letaknya lateral berjumlah dua dengan ukuran yang berbeda. Spermatozoid fucus memiliki dua flagella yang letaknya lateral tetapi ukurannya yang lebih kecil di atas dan yang panjang ada di bagian bawah. Sedangkan pada Dictyota hanya mempunyai satu flagella (Bold, 1978).
2.1.4 Reproduksi
Menurut Dawes (1990) reproduksi dapat dilakukan secaravegetatif, sporik, dan gametik. Reproduksi vegetatif umumnya dilakukan fragmentasi talus.
1. Reproduksi sporik
Semua anggota dari Phaeophyceae kecuali anggota dari bangsa Fucales melakukan reproduksi. Secara sporik melakukan zoospora atau aplanospora yang masing-masing tidak berdinding. Zoospora tidak berdinding. Zoospora dibentuk dalam sporangium bersel tunggal (unilokular) atau bersel banyak (plurilokular).
Perkembangan dari sporangia yang unilokular dimulai dengan membesarnya sel terminal dari cabang yang pendek. Sporangia terdapat inti tunggal yang mengalami pembelahan meiosis diikuti dengan pembelahan mitosis. Ketika pembelahan inti berhenti, terjadilah celah yang membagi protoplas menjadi protoplas yang berinti tunggal. Masing-masing protoplas mengalami metamorphose menjadi zoospora. Alat reproduksi yang prulilokular juga terbentuk dari sel terminal dari cabangnya. Sel ini mengadakan pembelahan transversal berulang-ulang sehingga terbentuk sederetan sel yang terdiri dari 6-12 sel. Pembelahan sel secara vertikal dimulai dari sel yang letaknya di tengah.
2. Reproduksi Gametik
Reproduksi gametik dilakukan secara isogami, anisogami, dan oogami. Gamet bisanya dibentuk dalam gametangia yang plurilokulrer atau yang unilokuler pada gametofit. Zigot yang terbentuk tidak mengalami masa istirahat dan langsung membentuk sporofit setelah terlepas dari gametofit. Pada beberapa bangsa seperti Laminariales reproduksi bersifat oogami. Anterdium bersifat plurilokuler misalnya pada Dictyota dan unilokuler pada Laminaria.
Menurut (Dodge, 1973) daur hidup pada Phaeophyceae terdapat tiga tipe daur hidup:
a. Tipe isomorfik
b. Tipe heteromorfik
c. Tipe diplontik
2.2 RHODOPHYTA
Rhodophyta hanya mempunyai satu kelas yaitu Rhodophyceae dengan anak kelas Bangiophycidae dan Florideophycidae. Kedua anak kelas dibedakan berdasarkan pada kelompok. Florideophycidae terdapat noktah sedangkan Bangiophycidae tidak ada. Tetapi menurut Sabbitthah (1999) sekarang telah ditemukan hubungan noktah dan pertumbuhan apical pada beberapa anggota dari Bangiophycidae di salah satu stadium dalam daur hidupnya, yaitu stadium Conchoselis (suatu stadium filamentik dari Bangiophycidae yang berada di dalam cangkang kerang). Sebaliknya pada beberapa Florideophycidae, misalnya Delleseriaceae (bangsa Ceramiales) dan Corallinaceae (bangsa Cjryptonemiales) tidak diketemukan daur hidup yang trifasik, maka dengan alasan tersebut di atas kedua anak kelas tadi telah dihapus hingga pembagiannya langsung ke bangsanya (Loveless, 1989).
2.2.1 Habitat
Pada umumnya hidup di lingkungan air laut, tetapi beberapa yang hidup di air tawar, contoh: Batrachospermum. Distribusi luas di seluruh dunia, sebagian besar tumbuh pada batu-batuan karang, beberapa jenis juga epifit pada tumbuhan air kelompok tumbuhan tinggi (Angiosperm) atau pada Rohodophyta yang lain, Phaeophyceae, Chlorophyceae (Loveless,1989).
2.2.2 Susunan Tubuh
Talus dari alga ini bervariasi mengenai bentuk tekstur dan warnanya. Bentuk talus ada yang silindris, pipih dan lembaran. Rumpun yang terbentuk oleh berbagai sistem percabangan ada yang tampak sederhana berupa filament dan ada pula yang berupa percabangan yang komplek. Warna talus bervariasi merah, ungu, coklat, dan hijau (Loveless, 1989).
2.2.3 Susunan Sel
Pada umumnya dinding sel terdiri dari dua komponen fibriler awan membentuk rangka dinding dan komponen non fibriler berbentuk matrik. Tipe umum dari komponen fibriler mengandung selulosa, sedangkan non fibriler tersusun dari galaktan atau polimer dan galaktosa seperti agar, karaginin porpiran (Pandey,1995).
Cadangan makanan pada Rhodophyceae adalah karbohidrat yang tersimpan dalam bentuk granula yang terletak dalam sitiplasma. Granula akan berwarna merah apabila diuji dengan potassium iodide dan disebut tepung florodean. Cadangan makanan lain adalah florodosida (Pandey, 1995).
Pigmen terdiri dari klorofil a dan d, karotenoid, dan fikobilia (fikoeritrin dan fikosianin). Keistimewaan dan sifat lain Rhodopyceae adalah tidak ada sel yang dilengkapi alat gerak (Pandey, 1995).
2.2.4 Reproduksi
Rhodopyceae dapat melakukan reproduksisecara vegetative, yaitu dengan fragmentasi talusnya. Akan tetapi cara demikian ini hanya terdapat pada beberapa jenis tertentu saja. Rhodopyceae membentuk satu atau beberapa macam spora yang tidak berflagel yaitu karpospora, spora netral, monospora, bispora, tetraspora, atau polispora (Taylor, 1960).
Karpospora adalah spora yang terbentuk secara seksual, spora ini terbentuk secara langsung atau tidak langsung dari zigot. Spora-spora lainnya adalah spora aseksual. Spora netral adalah spora yang terbentuk langsung dari sel vegetative yang mengalami metamorfosa. Monospora adalah spora yang terbentuk dalam sporangium yang hanya menghasilkan satu spora saja (Taylor, 1960).
Menurut Romimohtarto (2001) reproduksi gametik pada Rhodopyceae berbeda dengan golongan alga lainnya dan untuk struktur yang berkaitan dengan reproduksi ini, mempunyai erminology tersendiri. Alat kelamin jantan disebut spermatangium, sel kelamin jantan tidak berflagella disebut spermatium, dalam satu spermatangium hanya dibentuk satu spermatium saja. Alat kelamin betina disebut karpogonium yang terdiri dari satu sel yang di bagian ujung distalnya terdapat tonjolan yang disebut trikhogin, inti terdapat di bagian dasar dari karpogonium. Spermatium yang dibebaskan dari spermatangium terbawa gerakan air sampai trikhogin. Pada tempat menempelnya spermatium terbentuklah lubang kecil sehingga inti dari spermatium dapat masuk ke dalam trikhogin dan berimigrasi ke bagian dasar dari karpogium di mana inti karpogium berada. Kedua inti bersatu dan terbentuklah zygot. Rhodophyceae yang tinggi tingkatannya mempunyai daur hidup dengan pergantian keturunan yang bifasik dan trifasik.
2.3 CHLOROPHYTA
Divisi Chlorophyta dibagi ke dalam dua kelas, yaitu kelas Chlorophyceae dan kelas Charophyceae. Tetapi pada kesempatan ini akan membahas kelas Chlorophyceae (Nontji, 1993).
2.3.1 Chlorophyceae
Alga ini merupakan kelompok terbesar dari vegetasi alga. Perbedaan dengan divisi lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat tinggi karena mengandung pigmen klorofil a dan klorofil b lebih dominan dibangkan karotin dan xantofil. Hasil asimilasi dari beberapa amilum, penyusunnya sama pula seperti pada tumbuhan tingkat tinggi .yaitu amilose dan amilopektin (Nontji, 1993).
Alga berperan sebagai produsen dalam ekosistem. Berbagai jenis alga yang hidup bebas di air terutama yang tubuhnya bersel satu dan dapat bergerak aktif merupakan penyusun fitoplankton. Sebagian besar fitoplankton adalah anggota alga hijau, pigmen klorofil yang demikian efektif melakukan fotosintesis sehingga alga hijau merupakan produsen utama dalam ekosistem perairan (Nontji, 1993).
Selain itu Chlorella salah satu dari anggota Chlorophyceae memiliki nilai gizi sangat tinggi dibandingkan jenis jasad yang lain. Di dalam sel Chlorella masih pula terdapat chlorelin yaitu semacam antibiotic yang dapat menghambatpertumbuhan bakteri (Nontji, 1993).
2.3.2 Habitat
Alga hijau sebagian besar hidup di air tawar, beberapa di antaranya di air laut dan air payau. Alga hijau yang hidup di laut tumbuh di sepanjang perairan yang dangkal. Pada umumnya melekat pada batuan dan seringkali muncul apabila air menjadi surut. Sebagian yang hidup di air laut merupakan mikroalga seperti Ulvales dan Sphonales (Taylor, 1960).
Jenis yang hidup di air tawar biasanya bersifat kosmopolit, terutama yang hidup di tempat yang cahayanya cukup seperti kolam, danau, genangan air hujan, dan pada air mengalir (air sungai, selokan). Alga hijau ditemukan pula pada lingkungan semi akuatik yaitu pada batu-batuan, tanah lembab, dan kulit batang pohon yang lembab (Taylor, 1960).
2.3.4 Susunan Tubuh
Menurut Taylor (1960) susunan tubuh bervariasi baikdalam ukuran, bentuk maupun susunannya. Untuk mencakup sejumlah besar variasi tersebut, maka alga hijau dikelompokkan sebagai berikut:
1. Sel tunggal (uniseluler) dan motil, ex: Chlamydomonas
2. Sel tunggal (uniseluler) dan non motil, ex: Chlorella
3. Sel senobium, ex: Volvox, Pandorina
4. Koloni tak beraturan, ex: Tetraspora
5. Filamen tak bercabang, ex: Ulotrix, Oedogonium
6. Filamen bercabang, ex: Cladiphora, Pithophora
7. Heterotrikus, ex: Stigeoclonium
8. Parenkimatis, ex: Ulva
9. Tubular, ex: Caulerpa
2.3.5 Susunan Sel
Menurut Sulisetijono (2009) susunan sel pada Chlorophyceae antara lain:
1. Dinding sel
Dinding sel tersusun atas dua lapisan bagian dalam tersusun oleh selulose dan lapisan luar adalah pectin. Tetapi beberapa alga bangsa Volvocales dindingnya tidak mengandung selulose, melainkan tersusun oleh glikoprotein.
2. Kloroplas
Kloroplas terbungkus oleh sistem membran rangkap. Pigmen yang terdapat dalam kloroplas yaitu klorofil a dan klorofil b, β karoten serta berbagai macam xantofil (lutein, violaxanthin, zeaxanthin).
Menurut Sulisetijono (2009) kloroplas di dalam sel letaknya mengikuti bentuk dinding sel (parieral) seperti pada Ulothrix atau di tengah lumen sel (axial), contoh Muogolia. Pada umumnya satu kloroplas setiap sel tetapi pada Siphonales, Zygnemales terdapat lebih dari satu kloroplas setiap sel. Bentuk kloroplas sangat bervariasi, oleh karena itu penting untuk klasifikasi dalam tingkatan marga. Variasi bentuk kloroplas adalah sebagai berikut:
a. Bentuk mangkuk, ex: Chlamydomonas
b. Bentuk sabuk, ex: Ulothrix
c. Bentuk cakram, ex: Chara
d. Bentuk anyaman, ex: Oedogonium
e. Bentuk spiral, ex: Spirogyra
f. Bentuk bintang, ex: Zygnema
Amilum dari Chlorophyceae seperti pada tumbuhan tingkat tinggi, tersusun sebagai rantai glukosa yang tak bercabang yaitu amilose dan rantai yang bercabang amilopektin. Seringkali amilum tersebut tebentuk dalam granula bersama dengan badan proteindalam plastida disebut pirenoid. Tetapi beberapa jenis tidak mempunyai pirenoid dan jenis yang demikian ini merupakan golongan Chlorophyceae yang telah tinggi tingkatannya. Jumlah pirenoid umumnya dalam tiap sel tertentu dan dapat digunakan sebagai bukti taksonomi (Loveless, 1989).
2.3.6 Perkembangbiakan
Menurut Sulisetijono (2009) perkembangbiakan pada Chlorophyceae antara lain:
1. Secara Vegetatif
Perkembangbiakan vegetatif dilakukan dengan fragmentasi tubuhnya dan pembelahan sel.
2. Secara Aseksual
Perkembangbiakan dengan cara membentuk sel khusus yang mampu berkembang menjadi individu baru tanpa terjadi peleburan sel kelamin. Pada umumnyaterjadi dengan spora, oleh karena itu sering disebut perkembangbiakan secara sporik.
Zoospora dibentuk oleh sel vegetatif, tetapi beberapa tumbuhan terbentuk dalam sel khusus disebut sporangia. Zoospora setelah periode berenang beberapa waktu, berhenti pada subtrat yang sesuai, umumnya dengan ujung anterior. Flagella dilepaskan dan terbentuk dinding, selama proses ini alga mensekresikan lendir yang berperan untuk pertahanan diri (Sulisetijono 2009).
Menurut Sulisetijono (2009) selain dengan zoospore, perkembangbiakan secara seksual dilakukan dengan pembentukan:
a. Aplanospora (Chlamydomonas caudata)
b. Hipnospora
c. Autospora (Chlorella)
3. Secara Seksual
Perkembangbiakan secara seksualbanyak dijumpai yaitu isogami, anisogami, dan oogami. Meiosis dapat terjadi pada zigot yang berkecambah atau pada waktu pembentukan spora atu gamet. Daur hihup umumnya dijumpai adalah tipe haplontik, meskipun beberapa jenis termasuk tipe diplontik.
Isogami merupakan perkembangbiakan secara seksual yang paling sederhana dan menuju ke arah anisogami. Pada tipe anisogami masing-masing jenis merupakan sel bebas dengan ukuran yang tidak sama, sedangkan yang lebih maju lagi yaitu tipe oogami. Pada tipe oogami, masing-masing gamet ktelah menunjukkan perbedaan ukuran maupun bentuknya.
2.3.7 Dampak Positif dan Negatif Chlorophyta dalam Kehidupan
1. Menurut Dodge (1973) dampak positif antara lain :
a. Sebagai sumber protein sel tunggal contoh chlorela
b. Sebagai bahan makan contoh volvox sebagai sayuran
c. Sebagai plankton, merupakan salah satu komponen yang penting dalam rantai makanan di perairan tawar
d. Menghasilkan O2 (oksigen) dan hasil fotositensis yang diperlukan oleh hewan lain untuk bernafas
2. Menurut Dodge (1973) dampak negatif antara lain :
a. Dapat mengganggu jika perairan terlalu subur
b. Membuat air berubah warna dan menjadi bau
c. Menjadi masalah dalam proses penjernihan air
d. Menyebabkan penyumbatan pada saringan pengolahan air.
2.3.8 Akibat Pertumbuhan Algae Hijau Terhadap Kualitas Air
Menurut Dodge (1973) air yang dipergunakan sebagai air minum harus memenuhi beberapa syarat antara lain, syarat fisika (tidak berbau, jernih, tidak berasa dan tidak berwarna). Syarat kimia (tidak mengadung zat-zat beracun tidak lebih dari standart yang telah ditetapkan) dan syarat biologis (bakteri coli yang terkandung dalam air tidak boleh lebih dari standart yang ditetapkan). Kehadiran alga hijau dalam air dapat meyebabkan :
1. Perubahan warna air
2. Air menjadi licin karena dapat menghasilkan lendir
3. Dapat menimbulkan bau dan rasa pada air
4. Dapat menyebabkan kerapuhan pada beton
Jenis ganggang hijau yang hidup di air tawar tidak mengahasilkan racun Dari sifat-sifat yang tampak pada Chlorophyceae, dapat diambil kesimpulan bahwa Chlorophyceae berasal dari flagellate yang setingkat mengalami kemajuan-kemajuan perkembangan. Padanya ditemukan gambaran perkembangan dari organisme yang sederhana ke yang makin menuju ke adanya pembagian pekerjaan. talus heterotrik (yang terdiri atas pangkal yang melekat pada substrat dan bagian yang bebas) dan kloroplas sederhana (Dodge, 1973).
2.4 Peranan Alga Bagi Manusia
Alga dapat dimanfaatkan sebagai produk komersil yang memiliki nilai yang sangat tinggi, beberapa alga dapat dimanfaatkan untuk bahan baku agar-agar misalnya Euchema, Rhodymenic, dan Gracilaria. Untuk bahan industri misalnya Laminaria mengandung asam alginat sebagai bahan pengelmusi zat, pembuatan cat, obat-obatan, dan kosmetik. Diatome mengandung asam kresik berguna dalam pembuatan pasta gigi. Alga sebagai fitoplankton, hal ini dimaksudkaan karena alga merupakan tumbuhan tingkat rendah yang mampu berfotosintesis dan dalam ekosistem berkedudukan sebagai fitoplankton. Alga sebagai bahan kultur laboratorium misalnya sebagai medium agar tempat dikembangbiakkan jamur dan bakteri untuk mendapatkan antibiotic (Dodge, 1973).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6-7 Juni 2009 hari Sabtu- Minggu, di Pantai Kondang Merak Malang.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Botol Aqua
2. Plastik
3. Timba
4. Tali
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Air dari pantai Kondang Merak.
3.3. Cara Kerja
Langkah-langlah kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dicari alga dengan terjun langsung ke pantai ketika keadaan surut.
2. Dimasukkan alga yang diperoleh ke dalam botol plastik.
3. Diamati dan dideskripsikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hasil dari pengamatan air di Kondang Merak adalah sebagai berikut:
Gambar Pengamatan Gambar Literatur
1. Ulva lactuca
(Anonymous, 2009)
2. Caulerpa sp.
(Anonymous, 2009)
3. Halimeda sp.
(Anonymous, 2009)
4. Padina sp.
(Anonymous, 2009)
5. Halycystic sp.
(Anonymous, 2009)
6. Laminaria sp.
(Anonymous, 2009)
7. Sargassum sp.
(Anonymous, 2009)
8. Euchema cotoni
4.2 Pembahasan
4.2.1 Alga Hijau (Chlorophyta)
1. Ulva lactuca
Klasifikasi:
Kingdom Plantae
Divisi Chlorophyta
Class Chlorophyceae
Ordo Ulvales
Famili Ulvaceae
Genus Ulva
Spesies Ulva lactuca
Ulva latuca habitatnya di air laut dan air payau. Warnanya hijau, bentuknya berupa helaian atau lembaran-lembaran tipis. Susunan tubuhnya foliaceaus atau parenkimatis, maksudnya filamen yang pembelahan sel vegetatif terjadi lebih dari satu bidang Ulva lactuca mengahasilkan zat alginat untuk kosmetik. Sifat khusus Ulva latuca, bentuknya yang berupa helaian atau lembaran-lembaran tipis dan mengahasilkan zat alginat untuk kosmetik.
Ulva sp. sering disebut sebagai selada laut karena thallus dari alga ini berbentuk lembaran yang menyerupa selada. Lembaran daun berwarna hijau karena pengaruh dari kandungan klorofil a dan b. Biasa hidup berkoloni dengan melekat pada substrat dengan bantuan holdfast (Anonymous, 2005).
Thallus pada spesies merupakan lembaran utama yang bercabang, berbatasan dengan holdfast yang berfungsi sebagai alat melekat di dasar perairan. Tubuh dari spesies ini memiliki lapisan lilin sehingga apabila tekena panas akan mengkilap. Lapisan tersebut juga berfungsi untuk menghindari hilangnya cairan tubuh saat terkena panas yang terjadi pada waktu surut tiba (Pandey, 1995; Taylor, 1960).
Ulva sp. adalah alga yang berbentuk heterothalik, berkembang biak secara aseksual dengan oospora berflagel empat yang terbentuk pada sel-sel vegetatif, sedangkan secara seksual dengan peleburan sel-sel kelamin (Loveless, 1989).
2. Caulerpa sp
Klasifikasi:
Kingdom Plantae
Divisi Chlorophyta
Class Chlorophyceae
Ordo Volvocales
Famili Volvoceae
Genus Caulerpa
Spesies Caulerpa sp
Caulerpa sp. Susunan tubuhnya tubular yaitu talus yang memiliki banyak inti tanpa sekat melintang. Diding selnya mengandung xylan atau mannan. Bentuknya seperti rambut atau filament. Caulerpa sp bias menghasilkan asam alginate sebagai bahan dasar kosmetik (Sulisetjono, 2009).
Caulerpa sp. termasuk ke dalam algae hijau (Chlorophyceae). Bentuk tubuh dari spesies ini adalah senositik. Alga jenis ini memiliki bentuk tubuh yang sangat spesifik karena menyerupai segerombolan buah anggur yang tumbuh pada tangkainya. Spesies mempunyai cabang utama yang berupa axis/stolon sehingga dimasukkan sebagai bangsa siphonales (stolon berbentuk seperti pipa). Holdfast yang terdapat menyebar di seluruh axis berfungsi untuk melekat pada substrat. Alga ini terdiri dari banyak spesies yang umumnya banyak dijumpai pada pantai yang memiliki rataan terumbu karang. Spesies ini tumbuh pada substrat karang mati, pasir yang berlumpur dan lumpur. Kebanyakan jenis ini tidak tahan terhadap kondisi kering, oleh karena itu tumbuh pada saat surut terendah yang masih tergenang air (Aslan, 1991).
3. Halimeda sp.
Talusnya seperti lembaran-lembaran, termasuk koloni parenkimatus. Mampu menyerap karbon dan dalam dalam global warming berperan untuk menstabilkan suhu.
Asal kata dari Halimeda sp. adalah halimos yang berarti laut, mempunyai bentuk lempengan yang saling sambung-menyambung, tersusun dari zat kapur yang mengeras dan diselingi oleh calcareous (jaringan non kapur) yang fleksibel. Antar lempengan dihubungkan oleh sendi yang tersusun oleh crystal aragonite secara acak dan bergerombol. Thallus tertambat pada substrat pasir dengan holdfast fibrous (Taylor, 1960).
Menurut Anonim (2005b) spesifikasi alga ini adalah pertumbuhan thalli kompak kandungan karbonat tinggi, tinggi 7 cm. Percabangan utama dichotomus atau trichotomus. Segmen berlekuk-lekuk lebar 29 mm. Panjang 15 mm. Basal segmen lebar 21 mm dan panjang 20 mm. Holdfast lebar 17 mm dan panjang 15 mm. Persebarannya banyak dijumpai pada substrat pasir, pasir lumpuran dan pecahan karang. Dipaparan pasir tumbuh berasosiasi dengan tumbuhan lamun. Keberadaan jenis ini banyak dijumpai di perairan laut
4. Padina sp.
Klasifikasi
Kingdom Plantea
Divisi Rhodophyta
Class Rhodophyceae
Ordo Dictyotales
Famili Padinaceae
Genus Padina
Spesies Padina sp.
Phaeophyta memiliki kromatofora berwarna cokelat karena banyak mengandung pigmen fotosintetik fukosantin, disamping klorofil a. selnya berflagel dua, tidak sama panjang. Seluruh devisi Phaeophyta bersifat multiseluler dengan morfologi yang bervariasi dari filamen bercabang. Berbentuk seperti batang, berdaun banyak, atau seperti pedang. Contohnya adalah Sargassum, Padina, Turbinaria, dan Dictyota (Anonymous, 2009).
Spesies ini berbentuk seperti kipas dan mempunyai warna coklat. Akarnya berbentuk serabut yang disebut holdfast untuk menempel kuat pada substrat sehingga dapat digunakan untuk beradaptasi terhadap gerakan ombak pada daerah intertidal. Di bagian yang menyerupai kipas terdapat garis-garis horisontal yang disebut garis konsentris.. Di ujung daun terdapat penebalan yang disebut penebalan gametangia yang berfungsi sebagai reproduksi gamet dan pelindung daerah pinggiran daun agar tidak sobek karena ombak besar pada zona pasang-surut (Anonymous, 2005).
Spesies ini tergolong ordo Dictyotales yang mempunyai bulu cambuk dan sporangium beruang satu dan transparan, biasanya berkembangbiak secara aseksual dengan oogonium. Satu oogonium merupakan satu sel telur dan gamet jantan mempunyai satu bulu cambuk yang terdapat pada sisinya. Fase hidup yang dilalui Padina adalah fase gametofit dan sporofit yang bergilir dan beraturan (Dawes,1990).
5. Halycystic sp.
Halicystis sp. adalah alga dengan bentuk tubuh lonjong, mendatar tanpa sekat melintang yang terdiri dari tonjolan-tonjolan (asimilator) yang berisi sitoplasma dan klorofil. Tonjolan-tonjolan ini berfungsi sebagai tempat fotosintesis. Aktifitas fotosinteis yang berpusat pada tojolan-tonjolan ini, menyebabkan warnanya menjadi hijau tua. Selain sebagai asimilator, tonjolan-tonjolan ini juga berfungsi sebagai mengapung ketika air pasang. Hanya alat perkembangbiakannya saja yang memiliki pemisah berupa sekat. (Anonim, 2005a).
Spesies ini berbentuk seperti balon yang didalamnya terdapat cairan/sitoplasma. Thallus spesies ini tidak memiliki dinding pemisah melintang sehingga dinding selnya menyelubungi massa plasma yang mengandung banyak inti dan plastida (Pandey, 1995).
4.2.2 Alga Coklat (Phaeophyta)
1. Sargassum sp.
Klasifikasi:
Kingdom Plantea
Divisi Phaeophyta
Class Phaeophyceae
Ordo Laminariales
Famili Laminariaceae
Genus Sargassum
Spesies Sargassum sp
Spesies ini berwarna coklat, mempunyai holdfast, axis (cabang utama) dan branch. Tubuh alga ini didominasi oleh warna coklat kekuningan, bentuk thallus silindris atau gepeng. Tubuh utama bersifat diploid atau merupakan sporofit, thallus mempunyai cabang yang menyerupai tumbuhan angiospermae, thalli agak gepeng, licin, batang utama bulat agak kasar. Spesies ini memiliki air bladder yang berfungsi untuk mengapung jika terendam air pada saat air di daerah intertidal pasang dan juga sebagai cadangan air saat terhempas ketepian pantai Alga dari laut ini berasal dari daerah pantai. Saat mereka terpatah dari induknya, mereka hanyut ke lepas pantai dan berkembang biak disana. Sargasum sp. terus mengapung dengan bantuan air bladder dan tumbuh secara vegetatif, perkembangbiakan melalui fragmentasi. (Sulisetijono, 2009).
Sargassum sp merupakan struktur talus yang paling kompleks yang dapat dijumpai pada alga perang. Pada alga ini terdapat diferensiasi ekternal yang dapat dibandingkan dengan tumbuihan berpembuluh. Talus dari alga ini mempunyai alat pelekat menyerupai akar, dan dari alat pelekat itu tumbuh bagian yang tegak dengan bagian sederhana atau bercabang seperti betang pohon dengan batang menyerupai daun dengan gelembung udara (Sulisetjono, 2009).
Sargassum sp banyak terdapat di Indonesia, yang merupakan alga yang khas untuk lautan daerah tropis. Sargassum sp digunakan sebagai bahan kosmetik karena mengandung asam alginate (Anynimous, 2005).
Daunnya disebut lateral dan tulang daunnya disebut midrib. Tangkai daun pendek dan bergerigi, tebal, licin dan kebanyakan asimetri. Holdfastnya berperan penting untuk melekatkan diri pada substrat. Main axis dapat dibedakan dengan branch dan thallusnya berwarna coklat kehijauan. Reproduksi dengan peleburan dua sel gamet yang serupa atau berbeda. Kandungan iodinnya tinggi, demikian pula dengan vitamin C dan protein (Anonymous, 2005).
2. Laminaria sp.
Klasifikasi:
Kingdom Plantea
Divisi Phaeophyta
Class Phaeophyceae
Ordo Laminariales
Famili Laminariaceae
Genus Laminaria
Spesies Laminaria sp.
Jenis-jenis yang termasuk bangsa laminariales mempunyai sporofit yang dapat dibagi menjadi alat pelekat, tangkai dan belaian atau lembaran. Pertumbuhan terjadi pada bagian yang meristematik yang letakknya interkalar dan biasanya terletak di antara tangkai dan lembaran. Sporofit mempunyai sporangia yang unilokuler dan terkumpul dalam suatu “Sorus” pada permukaan lembaran. Beberapa marga tertentu, sporangianya terletak pada suatu lembaran khusus (sporofit). Gametofit dari Laminariales berupa gilamen yang mikroskopik, perkembangbiakan seksual bersifat oogamik. Bangsa ini mempunyai marga 30 marga dengan kurang lebih 100 jenis yang kesemuanya merupakan penghuni lautan di daerah beriklim dingin (Aslan, 1998).
Dari marga ke marga, gametofitnya dapat dikatakan identik satu sama lain, tetapi sporofitnya mempunyai bentuk yang beraneka ragam. Dilautan pasifik, sporofit dari ganggang ini terkenal dengan nama “kelp” dan yang paling menarik adalah yagndisebut “giant kelp” atau ganggang perang raksasa, ganggang-ganggang ini hidup di kedalaman 10-30 meter. Contoh: Macrocytis pyrifera), mempunyai tangkai yang bercabang-cabang dan mencapai panjang/tinggi 10-50 meter, pada tiap ujung dari tangkai tersebut, selalu tumbuh helaian baru; Nereocystis luetkeana mempunyai tangkai yang tidak bercabang, panjang/tinggi tangkai mencapa 20-25 m. tangkai tadi berakhir dengan suatu gelembung udara yang besar, di atas gelembung ini terdapat cabang-cabang dikhotom yang padanya terdapat helaian-helaian yang panjangnya mencapai 3-4, 5 m; postelsia palmaformis, terkenal dengan sebutan palm laut dan merupakan “kelp” yang paling kecil, tumbuh di daerah batas pasang surut di pantai berkarang yang dihadaptkan pada pukulan ombak di pasifik (Aslan, 1998).
4.2.3 Alga Merah (Rhodophyta)
1. Euchema cotoni
Klasifikasi :
Divisi Rhodophyta
Kelas Rhodophyceae
Sub kelas Florideophycidae
Bangsa Gigantinales
Suku Solieraceae
Marga Eucheuma
Jenis Eucheuma Cottoni
Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae). Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan. Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan, 1998).
Tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Aslan, 1998).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Chlorophyceae ini berwarna hijau dan umumnya tersebar di belahan bawah dari mintakat pasut. Kebanyakan spesies dari kelas ini nonmotil, juga sangat tersebasar luas di perairan tropik.
2. Phaeophyta memiliki warna dominan coklat karena jumlah karotenoid dan fukoxanthin yang besar di kloroplasnya, mempunyai gelembung udara yang berfungsi sebagai alat pengepung dan menjaga tubuh untuk tetap tegak dalam air.
3. Rhodophyta memiliki warna dominan merah karena terdapat pigmen yang dominan adalah r-fikoeritrin ditambah pigmen lain seperti klorofil a dan d, β karoten, fikobiloprotein, floriden, dan fikosianin. Tidak mempunyai gelembung udara.
4. Sebagian besar spesies dari kelas Chlorophyceae, Phaeophyceae dan Rhodophyceae mempunyai sistem atau organ tubuh yang dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
5. Kelas Chlorophyceae antara lain Halicystis sp., Enteromorpha sp., Halimeda sp., Codium sp., Caulerpa sp., Ulva sp. dan Spirogyra sp.
6. Kelas Phaeophyceae antara lain Turbinaria sp., Sargassum sp., Padina sp., Dictyota sp.
7. Contoh alga Rhodophyceae adalah: Amphiroa sp., Gelidium sp., Gigartina sp., Laurencia sp., dan Acanthopora sp.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2005. Petunjuk Praktikum Biologi Laut. Jurusan Perikanan. UGM. Yogyakarta.
Anonymous. 2005. Alga Hijau, Alga Merah, Alga Coklat. Diakses 10 Juni 2009.
Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Bold, 1978. Introduction To The Algae, Structure and Reproduction. New Delhi : Prentice Hall Of India.
Dawes, C. J. 1990. Marine Botany A Wiley Interscience. Publication John Wiley & Sons. New York.
Dodge, J. D. 1973. The Fine Structure of Algae Cells. Academic Press. London.
Loveless, A.R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2. PT Gramedia. Jakarta.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : PT Gramedia.
Pandey, S.N. 1995. A Textbook of Algae. Vikas Publishing: Jakarta.
Taylor, W. R. 1960. Marine Algae of the Eastern Tropical and Subtropical Coast of the Americas. New York : Ann Akbor the University of Michigan Press.
Selasa, 08 Juni 2010
Sabtu, 02 Januari 2010
Teknik Pewarnaan Bakteri
1. Mengamati Morfologi Bakteri
Sel bakteri dapat teramati dengan jelas jika digunakan mikroskop dengan perbesaran 100x10 yang ditambah minyak imersi. Jika dibuat preparat ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat. Pewarnaan bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat warna ke permukaan sel bakteri. Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan.
Zat warna yang digunakan bersifat asam atau basa. Pada zat warna basa, bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut kromofor dan mempunyai muatan positif. Sebaliknya pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat warna memiliki muatan negatif. Zat warna basa lebih banyak digunakan karena muatan negatif banyak banyak ditemukan pada permukaan sel. Contoh zat warna asam antara lain Crystal Violet, Methylene Blue, Safranin, Base Fuchsin, Malachite Green dll. Sedangkan zat warna basa antara lain Eosin, Congo Red dll.
2. Jenis Pewarnaan
Pewarnaan pada bakteri di bagi menjadi tiga, yaitu :
2.1 Pewarnaan sederhana
Pewarnaan sederhana merupakan teknik pewarnaan yang paling banyak digunakan. Disebut sederhana karena hanya menggunakan satu jenis zat warna untuk mewarnai organisme tersebut. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarnaan-pewarnaan sederhana karena sitoplasamanya bersifat basofilik (suka dan basa). Zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkolin. Dengan pewarnaan sederhana dapat mengetahui bentuk dan rangkaian sel-sel bakteri. Pewarna basa yang biasa digunakan untuk pewarnaan sederhana ialah memilen biru, krisdal violet dan karbol fuehsin. yang man pewarnaan sederhan ini di bagi lagi menjadi dua jenis pewarnaan
a. Pewarnaan Asam
Mewrupakan pewarnaan yang menggunakan satu macam zat warna dengan tujuan untuk hanya untuk melihat bentuk sel. adapun zat warna yang di pakai dalam pewarnaan positif adalah biru metilen, dan air furksin.
Cara kerja untuk melakukan pewarnaan bakteri yaitu sebelum dilakukan pewarnaan dibuat ulasan bakteri di atas object glass yang kemudian difiksasi. Jangan menggunakan suspensi bakteri yang terlalu padat, tapi jika suspensi bakteri terlalu encer, maka akan diperoleh kesulitan saat mencari bakteri dengan mikroskop. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri dan melekatkan sel bakteri pada object glass tanpa merusak struktur selnya.
b. Pewarnaan Basa
Pewarnaan basa atau negatif merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina.
Cara kerja pewarnaan negatif, yaitu ambil dua object glass, teteskan nigrosin atau tinta cina di ujung kanan salah satu object glass. biakan diambil lalu diulaskan atau diteteskan dalam tetesan nigrosin tadi, lalu dicampurkan Tempelkan sisi object glass yang lain kemudian gesekkan ke samping kiri Biarkan preparat mengering di udara, jangan difiksasi atau dipanaskan di atas api.
2.2 Pewarnaan Diferensial (Gram)
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram-positif dan gram-negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka.
Proses pewarnaan diferensial ini memerlukan 4 jenis reagen. Bakteri terbagi atas dua kelompok berdasarkan pewarnaan ini, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Perbedaan ini berdasarkan warna yang dapat dipertahankan bakteri. Reagen pertama disebut warna dasar, berupa pewarna basa, jadi pewarna ini akan mewarnai dengan jelas. Reagen kedua disebut bahan pencuci warna (decolorizing agent). Tercuci tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi dinding sel, bilakomponen dinding sel kuat mengikat warna, maka warna tidak akan tercuci sedangkan bila komponen dinding sel tidak kuat menelan warna dasar, maka warna akan tercuci. Reagen terakhir adalah warna pembanding, bila warna tidak tercuci maka warna pembanding akan terlihat, yang terlihat pada hasil akhir tetap warna dasar. Jadi bahan zat warna yang di pakai dalam pewarnaan gram, yaitu kristal violet, larutan iodin, alkohol 90 %, dan larutan safranin. Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk membantu determinasi suatu bakteri. Beberapa perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap yaitu :
1. Pemberian cat warna utama (cairan kristal violet) berwarna ungu.
2. Pengintesifan cat utama dengan penambahan larutan mordan JKJ.
3. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alkohol asam.
4. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin
a. Bakteri Gram negatif
Bakteri gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka.
Banyak spesies bakteri gram-negatif yang bersifat patogen, yang berarti mereka berbahaya bagi organisme inang. Sifat patogen ini umumnya berkaitan dengan komponen tertentu pada dinding sel gram-negatif, terutama lapisan lipopolisakarida (dikenal juga dengan LPS atau endotoksin).
b.Bakteri Gram Positif
Bakteri gram-positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram-negatif akan berwarna merah atau merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri.Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau monolayer. Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan ada yang sebagai lapisan tunggal. Komponen utama merupakan lebih dari 50% berat ringan.
Cara kerja pewarnaan diferensial, yaitu Sediakan kaca benda yang bersih, lalu lewatkan diatas nyala api bunsen teteskan setetes aquades steril diatas kaca benda tersebut secara aseptik ambilah inokulum bakteri yang akan diperksa, lalu letakkan diatas tetesan aquades itu, kemudian ratakan perlahan-lahan ambil kaca benda yang tegak sehingga apusan menjadi tipis dan merata. Biarkan sampai kering fiksasi dengan cara melewatkan apusan tersebut diatas nyala api dengan cepat letakkan apusan diatas kawat penyangga yang berada diatas mangkuk pewarna. Lalu teteskan larutan kristal violet pada apusan dan biarkan selama 30-60 detik cuci warna dasar dengan air mengalir, keringkan teteskan larutan iodin pada apusan, biarkan selama 30-60 detik cuci larutan iodin dengan air mengalir, keringkan rendam atau basuh dengan alkohol ... % selama ... detik teteskan larutan safranin, biarkan selama 30-60 detik cuci dengan air mengalir, lalu keringkan amati dengan mikroskop gambar bentuk morfologi
2.3 Pewarnaan Khusus
Pewarnaan khusus merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai struktur khusus atau tertentu dari bakteri seperti bagian spora, kapsul, flagel dsb.
Contoh, Pewarnaan khusus :
a. Pewarnaan Endospora
Anggota dari genus Clostridium, Desulfomaculatum dan Bacillus adalah bakteri yang memproduksi endospora dalam siklus hidupnya. Endospora merupakan bentuk dorman dari sel vegetatif, sehingga metabolismenya bersifat inaktif dan mampu bertahan dalam tekanan fisik dan kimia seperti panas, kering, dingin, radiasi dan bahan kimia. Tujuan dilakukannya pewarnaan endospora adalah membedakan endospora dengan sel vegetatif, sehingga pembedaannya tampak jelas. Endospora tetap dapat dilihat di bawah mikroskop meskipun tanpa pewarnaan dan tampak sebagai bulatan transparan dan sangat refraktil. Namun jika dengan pewarnaan sederhana, endospora sulit dibedakan dengan badan inklusi (kedua-duanya transparan, sel vegetatif berwarna), sehingga diperlukan teknik pewarnaan endospora. Berikut merupakan prosedur pewarnaan endospora dengan metode Schaeffer-Fulton.
Sel bakteri dapat teramati dengan jelas jika digunakan mikroskop dengan perbesaran 100x10 yang ditambah minyak imersi. Jika dibuat preparat ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat. Pewarnaan bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat warna ke permukaan sel bakteri. Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan.
Zat warna yang digunakan bersifat asam atau basa. Pada zat warna basa, bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut kromofor dan mempunyai muatan positif. Sebaliknya pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat warna memiliki muatan negatif. Zat warna basa lebih banyak digunakan karena muatan negatif banyak banyak ditemukan pada permukaan sel. Contoh zat warna asam antara lain Crystal Violet, Methylene Blue, Safranin, Base Fuchsin, Malachite Green dll. Sedangkan zat warna basa antara lain Eosin, Congo Red dll.
2. Jenis Pewarnaan
Pewarnaan pada bakteri di bagi menjadi tiga, yaitu :
2.1 Pewarnaan sederhana
Pewarnaan sederhana merupakan teknik pewarnaan yang paling banyak digunakan. Disebut sederhana karena hanya menggunakan satu jenis zat warna untuk mewarnai organisme tersebut. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarnaan-pewarnaan sederhana karena sitoplasamanya bersifat basofilik (suka dan basa). Zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkolin. Dengan pewarnaan sederhana dapat mengetahui bentuk dan rangkaian sel-sel bakteri. Pewarna basa yang biasa digunakan untuk pewarnaan sederhana ialah memilen biru, krisdal violet dan karbol fuehsin. yang man pewarnaan sederhan ini di bagi lagi menjadi dua jenis pewarnaan
a. Pewarnaan Asam
Mewrupakan pewarnaan yang menggunakan satu macam zat warna dengan tujuan untuk hanya untuk melihat bentuk sel. adapun zat warna yang di pakai dalam pewarnaan positif adalah biru metilen, dan air furksin.
Cara kerja untuk melakukan pewarnaan bakteri yaitu sebelum dilakukan pewarnaan dibuat ulasan bakteri di atas object glass yang kemudian difiksasi. Jangan menggunakan suspensi bakteri yang terlalu padat, tapi jika suspensi bakteri terlalu encer, maka akan diperoleh kesulitan saat mencari bakteri dengan mikroskop. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri dan melekatkan sel bakteri pada object glass tanpa merusak struktur selnya.
b. Pewarnaan Basa
Pewarnaan basa atau negatif merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina.
Cara kerja pewarnaan negatif, yaitu ambil dua object glass, teteskan nigrosin atau tinta cina di ujung kanan salah satu object glass. biakan diambil lalu diulaskan atau diteteskan dalam tetesan nigrosin tadi, lalu dicampurkan Tempelkan sisi object glass yang lain kemudian gesekkan ke samping kiri Biarkan preparat mengering di udara, jangan difiksasi atau dipanaskan di atas api.
2.2 Pewarnaan Diferensial (Gram)
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram-positif dan gram-negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka.
Proses pewarnaan diferensial ini memerlukan 4 jenis reagen. Bakteri terbagi atas dua kelompok berdasarkan pewarnaan ini, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Perbedaan ini berdasarkan warna yang dapat dipertahankan bakteri. Reagen pertama disebut warna dasar, berupa pewarna basa, jadi pewarna ini akan mewarnai dengan jelas. Reagen kedua disebut bahan pencuci warna (decolorizing agent). Tercuci tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi dinding sel, bilakomponen dinding sel kuat mengikat warna, maka warna tidak akan tercuci sedangkan bila komponen dinding sel tidak kuat menelan warna dasar, maka warna akan tercuci. Reagen terakhir adalah warna pembanding, bila warna tidak tercuci maka warna pembanding akan terlihat, yang terlihat pada hasil akhir tetap warna dasar. Jadi bahan zat warna yang di pakai dalam pewarnaan gram, yaitu kristal violet, larutan iodin, alkohol 90 %, dan larutan safranin. Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk membantu determinasi suatu bakteri. Beberapa perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap yaitu :
1. Pemberian cat warna utama (cairan kristal violet) berwarna ungu.
2. Pengintesifan cat utama dengan penambahan larutan mordan JKJ.
3. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alkohol asam.
4. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin
a. Bakteri Gram negatif
Bakteri gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka.
Banyak spesies bakteri gram-negatif yang bersifat patogen, yang berarti mereka berbahaya bagi organisme inang. Sifat patogen ini umumnya berkaitan dengan komponen tertentu pada dinding sel gram-negatif, terutama lapisan lipopolisakarida (dikenal juga dengan LPS atau endotoksin).
b.Bakteri Gram Positif
Bakteri gram-positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram-negatif akan berwarna merah atau merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri.Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau monolayer. Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan ada yang sebagai lapisan tunggal. Komponen utama merupakan lebih dari 50% berat ringan.
Cara kerja pewarnaan diferensial, yaitu Sediakan kaca benda yang bersih, lalu lewatkan diatas nyala api bunsen teteskan setetes aquades steril diatas kaca benda tersebut secara aseptik ambilah inokulum bakteri yang akan diperksa, lalu letakkan diatas tetesan aquades itu, kemudian ratakan perlahan-lahan ambil kaca benda yang tegak sehingga apusan menjadi tipis dan merata. Biarkan sampai kering fiksasi dengan cara melewatkan apusan tersebut diatas nyala api dengan cepat letakkan apusan diatas kawat penyangga yang berada diatas mangkuk pewarna. Lalu teteskan larutan kristal violet pada apusan dan biarkan selama 30-60 detik cuci warna dasar dengan air mengalir, keringkan teteskan larutan iodin pada apusan, biarkan selama 30-60 detik cuci larutan iodin dengan air mengalir, keringkan rendam atau basuh dengan alkohol ... % selama ... detik teteskan larutan safranin, biarkan selama 30-60 detik cuci dengan air mengalir, lalu keringkan amati dengan mikroskop gambar bentuk morfologi
2.3 Pewarnaan Khusus
Pewarnaan khusus merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai struktur khusus atau tertentu dari bakteri seperti bagian spora, kapsul, flagel dsb.
Contoh, Pewarnaan khusus :
a. Pewarnaan Endospora
Anggota dari genus Clostridium, Desulfomaculatum dan Bacillus adalah bakteri yang memproduksi endospora dalam siklus hidupnya. Endospora merupakan bentuk dorman dari sel vegetatif, sehingga metabolismenya bersifat inaktif dan mampu bertahan dalam tekanan fisik dan kimia seperti panas, kering, dingin, radiasi dan bahan kimia. Tujuan dilakukannya pewarnaan endospora adalah membedakan endospora dengan sel vegetatif, sehingga pembedaannya tampak jelas. Endospora tetap dapat dilihat di bawah mikroskop meskipun tanpa pewarnaan dan tampak sebagai bulatan transparan dan sangat refraktil. Namun jika dengan pewarnaan sederhana, endospora sulit dibedakan dengan badan inklusi (kedua-duanya transparan, sel vegetatif berwarna), sehingga diperlukan teknik pewarnaan endospora. Berikut merupakan prosedur pewarnaan endospora dengan metode Schaeffer-Fulton.
Langganan:
Postingan (Atom)